Minggu, 13 Januari 2019

Imam Ibnu Qudamah al-Maqdis

Nama dan Nasab Beliau:
Ibnu Qudamah Al-Maqdisi adalah seorang imam, ahli fiqih dan zuhud, Asy Syaikh Muwaffaquddin Abu Muhammad Abdullah Bin Ahmad Bin Muhammad Ibnu Qudamah al-Hanbali al-Almaqdisi. Ia berhijrah ke lereng bukit Ash-Shaliya, Damaskus, dan dibubuhkanlah namanya ad-Damsyiqi ash-Shalihi, nisbah kepada kedua daerah itu. Dilahirkan pada bulan Syaban 541 H di desa Jammail, salah satu daerah bawahan Nabulsi, dekat Baitul Maqdis, Tanah Suci di Palestina.
Kehidupan Beliau:
Dimasa ia dilahirkan tentara salib menguasai Baitul Maqdis dan daerah sekitarnya. Karenanya, ayahnya, Abul Abbas Ahmad Bin Muhammad Ibnu Qudamah, tulang punggung keluarga dari pohon nasab yang baik ini haijrah bersama keluarganya ke Damaskus dengan kedua anaknya, Abu Umar dam Muwaffaquddin, juga saudara sepupu mereka, Abdul Ghani al-Maqdisi, sekitar tahun 551 H (Al-Hafidz Dhiyauddin mempunyai sebuah kitab tentang sebab hijrahnya penduduk Baitul Maqdis ke Damaskus).
Kemudian ia berguru kepada para ulama Damaskus lainnya. Ia hafal Mukhtasar Al Khiraqi (fiqih madzab Imam Ahmad Bin Hambal dan kitab-kitab lainnya.
Ia memiliki kemajuan pesat dalam menkaji ilmu. Menginjak umur 20 tahun, ia pergi ke Baghdad ditemani saudara sepupunya, Abdul Ghani al-Maqdisi (anak saudara laki-laki ibunya) yang keduanya sebaya.
Muwaffaquddin semula menetap sebentar di kediaman Syekh Abdul Qadir Al-Jilani, di Baghdad. Saat itu Shaikh berumur 90 tahun. Ia mengaji kepada dia Mukhtasar Al-Khiraqi dengan penuh ketelitian dan pemahaman yang dalam, karena ia talah hafal kitab itu sejak di Damaskus. Kemudian wafatlah Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani rahimahullah.
Selanjutnya ia tidak pisah dengan Syaikh Nashih al-Islam Abdul Fath Ibn Manni untuk mengaji kepada belia madzab Ahmad dan perbandingan madzab. Ia menetap di Baghdad selama 4 tahun. Di kota itu juga ia mengkaji hadis dengan sanadnya secara langsung mendengar dari Imam Hibatullah Ibn Ad-Daqqaq dan lainnya. Setelah itu ia pulang ke Damaskus dan menetap sebentar di keluarganya. Lalu kembali ke Baghdad tahun 576 H.
Di Baghdad dalam kunjungannya yang kedua, ia lanjutkan mengkaji hadis selama satu tahun, mendengar langsung dengan sanadnya dari Abdul Fath Ibn Al-Mnni. Setelah itu ia kembali ke Damaskus.
Pada tahun 574 H ia menunaikan ibadah haji, seusai ia pulang ke Damaskus. Di sana ia mulai menyusun kitabnya Al-Mughni Syarh Mukhtasar Al-Khiraqi (fiqih madzab Imam Ahmad Bin Hambal). Kitab ini tergolong kitab kajian terbesar dalam masalah fiqih secara umum, dan khususnya di madzab Imam Ahmad Bin Hanbal. Sampai-sampai Imam Izzudin Ibn Abdus Salam As-Syafii, yang digelari Sulthanul Ulama mengatakan tentang kitab ini: Saya merasa kurang puas dalam berfatwa sebelum saya menyanding kitab al-Mughni.
Banyak para santri yang menimba ilmu hadis kepada dia, fiqih, dan ilmu-ilmu lainnya. Dan banyak pula yang menjadi ulama fiqih setelah mengaji kepada dia. Diantaranya, keponakannya sendiri, seorang qadhi terkemuka, Syaikh Syamsuddin Abdur Rahman Bin Abu Umar dan ulama-ulama lainnya seangkatannya.
Di samping itu dia masih terus menulis karya-karya ilmiah di berbagai disiplin ilmu, lebih-lebih di bidang fiqih yang dikuasainya denagn matang. Ia banyak menulis kitab di bidang fiqih ini, yang kitab-kitab karyanya membuktikan kamapanannya yang sempurna di bidang itu. Sampai-sampai ia menjadi buah bibir orang banyak dari segala penjuru yang membicarakan keutamaan keilmuan dan manaqib (sisi-sisi keagungannya).
Kemasyhuran Imam Ibnu Qudamah tidak terbatas pada masalah keilmuan dan ketaqwaan, akan tetapi beliau juga seorang mujahid yang terjun di medan jihad fisabilillah bersama pahlawan besar Shalahuddin al-Ayyubi rahimahullah yang berhasil menyatukan kekuatan militer umat Islam pada tahun 583 H unutk menumpas tentara salib dan membersihkan tanah suci Quds dari najis mereka. Para penulis biografi Imam Ibnu Qudamah menyebutkan bahwa beliau dan saudara kandungnya, Abu Umar, beserta murid-murid beliau dan beberapa orang keluarganya turut berjihad di bawah panji-panji para mujahidin yang dimenangkan oleh Alloh ini. Beliau berdua dan murid-muridnya mempunyai satu kemah yang senantiasa berpindah-pindah kemanapun para mujahidin berpindah dan mengambil posisi.
Imam Ibnu Qudamah wafat pada tahun 629 H. Ia dimakamkan di kaki gunung Qasiun di Shalihiya, di sebuah lereng di atas Jami Al-Hanabilah (masjid besar para pengikut madzab Imam Ahmad Bin Hanbal)
Karya Beliau:
Imam Ibnu Qudamah meninggalkan karya-karya ilmiah yang banyak lagi sangat bermutu dan tulisan-tulisan yang bermanfaat di bidang fiqih dan lainnya, diantaranya:
Lumatul Itiqad al-Hadi ila Sabilur Rasyad
Al-Umdah (untuk pemula)
Al-Muqni (untuk pelajar tingkat menengah)
Al-Kafi (di kitab ini dia paparkan dalil-dalil yang dengannya para pelajar dapat menerapkannya dengan praktik amali)
Al-Mughni Syarh Mukhtasar Al-Khiraqi ( di dalam kitab ini dia paparkan dasar-dasar pikiran/madzab Ahmad dan dalil-dalil para ulama dari berbagai madzab, untuk membimbing ilmuwan fiqih yang berkemampuan dan berbakat kearah penggalian metode ijtihad)
Manasik al-Hajj
Rawdhat an-Nazhir (Ushul al-Fiqih)
Mukhtasar fi Gharib al-Hadits
Al-Burhan fi Masalat al-Quran
Al-Qaqdr
Fadhail ash-Shahabah
Al-Mutahabbin Fillah
Al-Riqqah wal Buka
Dzamm at-Tawil
Dzamm al-Muwaswasin
Al-Tbyin fi Nasab al-Qurassiyin
Minhaj Al-Qashidin.
Perkataan Ulama Tentang Beliau:
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: setelah Al-Auzai, tidak ada orang yang masuk ke negri Syam yang lebih mapan di bidang fiqih melebihi Al-Muwaffaq.
Ibnu Ash-Shalah asy-Syafii berkata: Saya tidak pernah melihat orang sealim seperti Al-Muwaffaq.
Imam Adz-Dzahabi asy-Syafii berkata: "Dia termasuk salah seorang dari para imam yang ternama dan pengarang beberapa kitab."
Ibnu Katsir asy-Syafii berkata: "Dia adalah Syaikhul Islam, seorang Imam yang alim dan pandai, tidak ada orang di zamannya dan juga zaman sebelumnya dalam waktu yang berdekatan yang lebih faqih dari dia.

0 komentar:

Posting Komentar